Kamis, 02 Juni 2016

Psikologi Faal: Indera Penglihatan (Buta Warna dan Fenomena Visual)

Standard


BUTA WARNA
Buta warna merupakan kelainan pada mata  karena ketidakmampuan sel-sel kerucut mata untuk menangkap suatu spektrum warna tertentu yang disebabkan faktor genetis. Kelainan genetik ini lebih sering dialami oleh laki-laki dibandingkan dengan wanita. Hal ini disebabkan karena kelainan genetik ini dibawa oleh kromosom X (kromosom pada perempuan XX, kromosom pada laki-laki XY).
Buta warna ada 2 (dua) jenis yaitu :
·         Buta warna permanen/Buta warna total : Buta warna permanen merupakan buta warna yan tidak dapat melihat warna dasar seperti warna dasar merah dan hijau,karena kedua warna in akan terlihat hitam, sementara warna kuning dan biru akan terlihat seperti warna terang. Warna yang dilihat merupakan warna monokromatis.
·         Buta warna temporer : Buta warna temporer akan memperlihatkan bahwa seseorang tidak dapat membedakan warna merah tua, merah darah, merah jambu, merah bata, mera muda atau warna-warna lainnya karena orang yang buta warna temporer akan menyebutkan satu warna dasar saja. Berdasarkan warna yang dapat dilihat dibedakan menjadi beberapa jenis:
       Protanopic
Kesulitan untuk mempersepsi warna merah sehingga yang terpersepsi menjadi warna hijau dan hijau kebiruan
         Deuteranopic
Tidak sensitif terhadap warna hijau
         Tritanopic
Tidak bisa melihat warna biru, atau kesulitan membedakan biru dan kuning
Salah satu cara untuk mengetahui apakah orang tersebut menderita buta warna atau tidak, dapat dilihat dengan uji Stilling Isihara.
Contoh kartu uji Stilling Isihara

Hasil gambar untuk colour blind

 FENOMENA VISUAL

Fenomena visual merupakan fenomena, keganjilan-keganjilan kasus yang terjadi pada sejarah penglihatan manusia. Beberapa merupakan kelainan genetik, kesalahan persepsi dan sebagainya. Berikut contoh-contoh dari beberapa fenomena visual:
a.       Blindsight
Penderita blindsight menurut para peneliti kerusakan yang diderita berada dibagian primary visual cortex pada sebelah belahan otak yang menyebabkan adanya daerah buta (scotoma) didaerah penglihatan bagian kontralateral. Jadi kebutaannya berada dibagian neurologis otak bukan di alat inderanya, itu mengapa pasien dengan kebutaan kortikal ini masih dapat menyelesaikan tugasnya dengan sempurna walau kesadarannya dalam melihat mengalami kebutaan.



b.      Agnosia
Agnosia merupakan kegagalan melakukan rekognisi objek, orang, bentuk walaupun indra tidak mengalami kerusakan dan tidak kehilangan memori. Agnosia biasanya dikaitkan dengan kerusakan neurologis erutama kerusakan di batas occipitotemporal bagian ventral. Agnosia secara umum dibedakan menjadi dua:
·          Agnosia asosiatif: pasien dapat menggambarkan adegan visual, dan kelas objek tapi masih gagal mengenali makna mereka. Dia mungkin, misalnya, tahu bahwa garpu adalah suatu yang anda makan dengan tapi mungkin kesalahan untuk sendok. Pasien yang menderita agnosia asosiatif dapat mereproduksi gambar melalui penyalinan. Contoh prosopagnosia (ketidakmampuan mengenali wajah)
·        







Apperceptive agnosia: pasien tidak dapat membedakan bentuk visual dan begitu sulit mengakui, menyalin, atau membedakan antara rangsangan visual yang berbeda. Tidak seperti pasien yang menderita agnosia asosiatif, mereka yang agnosia apperceptive tidak mampu untuk menyalin gambar.




 


c.       Subjective Contour
Subjective contour adalah persepsi visual pada sebuah kontur gambar yang kita lihat seolah-olah ada namun sebenarnya kontur tersebut tidak ada. Seperti pada contoh gambar, seolah-olah ditengah-tengah bola terdapat bangun kubus, padahal jika gambar bola diacak bangun kubus tersebut tidak ada. Fenomena inilah yang disebut subjective contour. Hal ini disebabkan proses analisis visual telah masuk ke bagian secondary visual cortex tempat dimana pemrosesan persepsi berlangsung.




























Disusun untuk memenuhi tugas PAPER VIII
Rianti Nurindah Kuwais
17515678

0 komentar:

Posting Komentar